Articles
Menggerakkan kemandirian masyarakat melalui TJSL dalam program wisata berkelanjutan adalah kunci untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan sosial, budaya, dan lingkungan secara berkelanjutan.
Banyak perusahaan di Indonesia yang menerapkan TJSL dalam sektor wisata berkelanjutan, misalnya dengan mengubah lahan bekas tambang menjadi destinasi ekowisata yang dikelola langsung oleh masyarakat setempat. TJSL tidak hanya tentang bantuan finansial, tetapi juga mendukung pembangunan wisata berkelanjutan dengan memberikan pelatihan, infrastruktur, dan pendampingan agar masyarakat bisa mandiri dalam mengelola potensi wisata di daerah mereka.
Ketika berbicara tentang pembangunan berkelanjutan, sektor pariwisata sering kali menjadi salah satu alternatif yang menarik. Saya melihat bahwa konsep wisata berkelanjutan bukan hanya soal menjaga alam tetap lestari, tetapi juga bagaimana masyarakat lokal bisa berdaya secara ekonomi dan sosial. Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang dijalankan oleh perusahaan. Melalui TJSL, perusahaan memiliki peluang besar untuk mendukung masyarakat dalam mengembangkan potensi lokal mereka, termasuk dalam sektor wisata. Namun, tantangannya tidak sedikit. Perlu ada keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan agar wisata benar-benar bisa memberikan dampak positif jangka panjang. Penerapan TJSL di Indonesia sebenarnya juga sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012, yang menekankan pentingnya perusahaan untuk memberikan kontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Melalui pembangunan wisata ini, dapat membantu masyarakat dalam mengelola segala potensi keberlanjutan yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka.
"Saya juga berpikir bahwa masyarakat yang diberdayakan melalui sektor pariwisata dapat menjadi agen perubahan bagi komunitas mereka sendiri."
Mereka tidak hanya memperoleh manfaat ekonomi, tetapi juga bisa menginspirasi lingkungan sekitar untuk lebih aktif dalam menjaga dan mengembangkan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu, penting untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam setiap aspek pengelolaan wisata, sehingga mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab atas keberlanjutan sektor ini. Saya melihat apabila program TJSL yang dilakukan secara tepat sasaran, maka dapat mengatasi berbagai permasalahan sosial, seperti pengangguran, ketimpangan ekonomi, bahkan kerusakan lingkungan. Untuk itu, masyarakat lokal perlu dilibatkan sebagai mitra, bukan hanya sebagai penerima manfaat untuk mencapai program TJSL yang optimal.
Menurut saya, TJSL yang dijalankan dengan baik dapat menjadi katalis bagi kemandirian masyarakat. Jika biasanya TJSL hanya dipandang sebagai bentuk "amal" dari perusahaan, sebenarnya ada potensi lebih besar untuk menjadikannya strategi pembangunan yang berkelanjutan. Program TJSL yang terarah dapat membantu masyarakat mengelola potensi wisata di daerah mereka, bukan hanya sebagai objek wisatawan tetapi juga sebagai pelaku utama dalam industri tersebut. Ini yang sering kali kurang mendapat perhatian, masyarakat lokal seharusnya berada di garis depan dalam pengelolaan wisata, bukan hanya menjadi pekerja di bawah investor luar. Agar masyarkat tidak hanya sebagai pekerja maka diperlukan adanya pemberdayaan dan pelatihan, masyarakat dapat mengembangkan usaha berbasis pariwisata seperti homestay, kuliner lokal, serta kerajinan tangan, yang pada akhirnya menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Lebih dari itu, keberhasilan TJSL dalam membangun wisata berkelanjutan sangat bergantung pada kesadaran masyarakat akan nilai sumber daya yang mereka miliki. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dari wisata, masyarakat akan lebih siap menghadapi tantangan serta peluang yang ada. Maka, perusahaan yang menjalankan TJSL harus memastikan bahwa program yang mereka rancang benar-benar memberi manfaat nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat setempat. Selain aspek ekonomi, wisata berkelanjutan juga memperkuat kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan dan budaya. Pengelolaan wisata yang berbasis kearifan lokal mampu menjaga keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi, sehingga generasi mendatang tetap dapat menikmati keindahan dan nilai budaya yang ada. Masyarakat yang mandiri dalam mengelola wisata juga memiliki kontrol lebih besar dalam menentukan arah pembangunan tanpa harus bergantung pada pihak luar yang bisa saja mengabaikan aspek sosial dan lingkungan.
Saya melihat bahwa wisata berkelanjutan menawarkan banyak peluang, terutama dalam menciptakan lapangan kerja dan memperkuat identitas budaya lokal. Misalnya, jika sebuah desa memiliki potensi alam yang menarik, mereka bisa mengembangkan ekowisata dengan bantuan TJSL dari perusahaan setempat. Pendampingan yang diberikan bisa berupa pelatihan manajemen wisata, perbaikan infrastruktur, hingga pemasaran digital. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya bergantung pada bantuan, tetapi bisa benar-benar mandiri dalam mengelola sektor pariwisata mereka. Namun, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Pertama, sering kali terjadi ketimpangan antara perusahaan dan masyarakat dalam pembagian manfaat. Tidak jarang perusahaan yang menjalankan TJSL malah mengambil peran terlalu besar, sehingga masyarakat lokal hanya menjadi pelengkap dalam industri wisata yang berkembang. Kedua, pengelolaan lingkungan yang kurang baik bisa menjadi bumerang. Jika wisata berkembang pesat tanpa regulasi yang ketat, ada risiko eksploitasi alam yang justru merusak daya tarik wisata itu sendiri. Oleh karena itu, pendekatan yang seimbang sangat diperlukan.
Selain itu, penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dari perkembangan wisata yang terlalu cepat. Kadang, lonjakan wisatawan yang tidak terkendali dapat mengubah pola hidup masyarakat lokal, bahkan merusak budaya yang sudah ada. Oleh karena itu, menurut saya, pengelolaan wisata berkelanjutan harus memastikan bahwa perubahan yang terjadi tetap selaras dengan nilai-nilai lokal yang sudah ada, tanpa mengorbankan identitas masyarakat setempat. Saya percaya bahwa wisata berkelanjutan bisa menjadi salah satu jalan terbaik dalam menggerakkan ekonomi masyarakat, asalkan dijalankan dengan prinsip yang benar. TJSL harus lebih dari sekadar formalitas; ia harus menjadi instrumen nyata yang memberdayakan masyarakat. Jika perusahaan, pemerintah, dan komunitas lokal bisa bekerja sama dengan baik, maka wisata berbasis TJSL tidak hanya akan mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan sosial dan ekologi.
Di sisi lain, saya juga berpendapat bahwa transparansi dalam program TJSL sangat penting untuk memastikan keberlanjutan manfaat yang diberikan. Perusahaan yang menjalankan TJSL harus melibatkan masyarakat dalam setiap tahap perencanaan dan evaluasi agar program yang dilakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan lokal. Dengan begitu, wisata berbasis TJSL bisa menjadi solusi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga membawa dampak positif bagi lingkungan dan budaya lokal. Keberhasilan wisata berkelanjutan dalam menciptakan kemandirian masyarakat sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, serta komunitas lokal. Dukungan dalam bentuk regulasi, pendampingan, dan promosi sangat diperlukan agar destinasi wisata dapat berkembang secara optimal. Dengan model yang tepat, wisata berkelanjutan bukan hanya sekadar sektor ekonomi, tetapi juga menjadi instrumen pemberdayaan yang memperkuat identitas dan daya saing masyarakat di tengah perubahan zaman.
Pada akhirnya, wisata yang benar-benar berkelanjutan adalah wisata yang bisa bertahan tanpa terus bergantung pada pihak luar. Masyarakat harus bisa menjadi aktor utama dalam ekosistem wisata mereka sendiri. Dengan pendekatan yang tepat, wisata berbasis TJSL dapat menjadi solusi yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga membawa dampak positif bagi lingkungan dan budaya lokal. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memastikan adanya transfer pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat setempat. Program TJSL yang baik seharusnya tidak hanya memberikan bantuan finansial atau infrastruktur, tetapi juga membangun kapasitas masyarakat agar mampu mengelola wisata secara mandiri. Melalui pelatihan, pendampingan, serta penguatan kelembagaan lokal, masyarakat dapat semakin percaya diri dalam mengembangkan potensi wisata mereka tanpa ketergantungan berlebih pada pihak luar. Dengan demikian, wisata berkelanjutan bukan sekadar slogan, melainkan sebuah realitas yang membawa manfaat bagi semua pihak.
TJSL berperan sebagai jembatan bagi masyarakat untuk mencapai kemandirian dalam sektor wisata, dengan memberikan pelatihan, pendampingan, dan akses terhadap sumber daya, sehingga mereka dapat mengelola potensi wisata secara mandiri dan berkelanjutan tanpa ketergantungan berlebih pada pihak luar.
Penulis: Ervandra Rendy Pratama
Sumber :